Sejarah Penentuan Kalender Islam (Hijriyah)
Pada tahun 638 Masehi, 'Umar bin Al Khattab yang saat itu menjadi khalifah melihat sebuah masalah. Diceritakan bahwa Abu Musa al Asy'ari menulis kepada Umar: "Surat-surat sampai kepada kami dari Amirul Mu'minin, tetapi kami bingung bagaimana menjalankannya. Kami membaca sebuah dokumen tertanggal Sya'ban, namun kami tidak tahu ini untuk tahun yang lalu atau tahun ini." (Syaikh Abdurrahman al Jabarti, 1825). Umar kemudian mengumpulkan para shahabat dan mereka yang bertugas di pusat pemerintahan. Diceritakan dari Ibnu Abbas bahwa semenjak Nabi datang ke Madinah, tidak ada tahun yang digunakan dalam penanggalan, demikian juga saat Abu Bakar menggantikan beliau sebagai khalifah, dan juga di empat tahun pertama pemerintahan Umar bin Khattab. Umar, dalam pertemuan tersebut berkata: "Perbendaharaan negara semakin banyak. Apa yang kita bagi dan sebarkan selama ini tidak memiliki catatan tanggal yang pasti. Bagaimana kita bisa mengatasi ini?"
Setelah melalui berbagai usulan tentang titik acuan dimulainya penanggalan atau kalender hijriyah, akhirnya diputuskan bahwa tahun terjadinya peristiwa Hijrah menjadi tahun pertama kalender islam. Sebelumnya diusulkan tahun lahir Nabi atau tahun wafat beliau. Tetapi semuanya dianggap kurang tepat.
Negeri islam yang semakin besar wilayah kekuasaannya menimbulkan berbagai persoalan administrasi. Surat menyurat antar gubernur atau penguasa daerah dengan pusat ternyata belum rapi karena tidak adanya acuan penanggalan. Masing-masing daerah menandai urusan muamalah mereka dengan sistem kalender lokal yang seringkali berbeda antara satu tempat dengan laiinnya. Dengan ditetapkannya sistem kalender hijriyah yang memiliki tahun oleh Khalifah Umar bin Khattab, akhirnya sebagian permasalahan pencatatan ini menjadi teratasi.
Nama bulan-bulan dalam kalender islam
Sistem penanggalan yang dipakai sudah memiliki tuntunan jelas di dalam Al Qur'an, yaitu sistem kalender bulan (qomariyah). Nama-nama bulan yang dipakai adalah nama-nama bulan yang memang berlaku di kalangan kaum Quraisy di masa kenabian. Namun ketetapan Allah menghapus adanya praktek interkalasi (Nasi'). Praktek Nasi' memungkinkan kaum Quraisy menambahkan bulan ke-13 atau lebih tepatnya memperpanjang satu bulan tertentu selama 2 bulan pada setiap sekitar 3 tahun agar bulan-bulan qomariyah tersebut selaras dengan perputaran musim atau matahari. Karena itu pula, arti nama-nama bulan di dalam kalender qomariyah tersebut beberapa di antaranya menunjukkan kondisi musim. Misalnya, Rabi'ul Awwal artinya musim semi yang pertama. Ramadhan artinya musim panas.
Praktek Nasi' ini juga dilakukan atau disalahgunakan oleh kaum Quraisy agar memperoleh keuntungan dengan datangnya jamaah haji pada musim yang sama di tiap tahun di mana mereka bisa mengambil keuntungan perniagaan yang lebih besar. Praktek ini juga berdampak pada ketidakjelasan masa bulan-bulan Haram. Pada tahun ke-10 setelah hijrah, Allah menurunkan ayat yang melarang praktek Nasi' ini:
"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram..." [At Taubah (9): 36]
"Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan haram itu adalah menambah kekafiran. Disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat mempersesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya, maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah... " [At Taubah (9): 37]
Dalam satu tahun ada 12 bulan dan mereka adalah:
- Muharram
- Shafar
- Rabi'ul Awal
- Rabi'ul Akhir
- Jumadil Awal
- Jumadil Akhir
- Rajab
- Sya'ban
- Ramadhan
- Syawal
- Dzulqa'idah
- Dzulhijjah
Sedangkan 4 bulan Haram, di mana peperangan atau pertumpahan darah di larang, adalah: Dzulqa'idah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab.
Peristiwa Hijrah sebagai tonggak Kalender Islam
Masalah selanjutnya adalah menentukan awal penghitungan kalender islam ini. Apakah akan memakai tahun kelahiran Nabi Muhammad saw., seperti orang Nasrani? Apakah saat kematian beliau? Ataukah saat Nabi diangkat menjadi Rasul atau turunnya Al Qur'an? Ataukah saat kemenangan kaum muslimin dalam peperangan?
Ternyata pilihan majelis Khalifah 'Umar tersebut adalah tahun di mana terjadi peristiwa Hijrah. Karena itulah, kalender islam ini biasa dikenal juga sebagai kalender hijriyah. Kalender tersebut dimulai pada 1 Muharram tahun peristiwa Hijrah atau bertepatan dengan 16 Juli 622 M. Peristiwa hijrah Nabi saw. sendiri berlangsung pada bulan Rabi'ul Awal 1 H atau September 622 M.
Pemilihan peristiwa Hijrah ini sebagai tonggak awal penanggalan islam memiliki makna yang amat dalam. Seolah-olah para sahabat yang menentukan pembentukan kalender islam tersebut memperoleh petunjuk langsung dari Allah. Seperti Nadwi yang berkomentar:
"Ia (kalender islam) dimulai dengan Hijrah, atau pengorbanan demi kebenaran dan keberlangsungan Risalah. Ia adalah ilham ilahiyah. Allah ingin mengajarkan manusia bahwa peperangan antara kebenaran dan kebatilan akan berlangsung terus. Kalender islam mengingatkan kaum muslimin setiap tahun bukan kepada kejayaan dan kebesaran islam namun kepada pengorbanan (Nabi dan sahabatnya) dan mengingatkan mereka agar melakukan hal yang sama."